P. PELAYANAN

Posted On September 24, 2009

Filed under P. PELAYANAN

Comments Dropped leave a response

BUKAN SEKEDAR TUGAS KEAGAMAAN

Pelayanan Kristen bukan sekedar sebuah tugas keagamaan. Namun, dalam praktek tetaplah ada orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan karena senang berorganisasi dan senang menjadi panitia. Ada yang menjadi aktivis karena merasa ’tidak enak’ oleh sebab dipilih, misalnya menjadi majelis gereja.

Pelayanan yang dijalani sebagai sebuah tugas keagamaan akan membawa kita kepada kesibukan dan rutinitas belaka. Atau, membawa orang Kristen beromba-lomba untuk merebut tampuk kekuasaan. Itulah sebabnya organisasi Kristen bisa pecah gara-gara persaingan antar hamba Tuhan. Apalagi jika sudah berurusan dengan uang.

BUKAN PROFESI UNTUK MENCARI NAFKAH

Ada orang Kristen menjadi pendeta untuk mencari nafkah. Karena tidak laku dalam berbagai profesi lain maka memilih pelayanan sebagai cara untuk mencari uang. Motivasi ke arah itu sudah mulai terasa ketika para pemuda yang gagal bersekolah di kampus sekuler akhirnya masuk ke sekolah teologia daripada menganggur.

Sekarang, banyak pendeta menjadi sangat kaya karena membisniskan pelayanan. Mendirikan gereja menjadi cara untuk mendapatkan harta. Persembahan persepuluhan dan kolekte jemaat dikelola (baca: direkayasa) sedemikan rupa untuk memperbesar keuntungan.

Pelayanan-pelayanan dikelola sebagai sebuah bisnis entertainment. Acara-acara KKR digelar untuk mencari keuntungan. Maka akhirnya banyak penyanyi Kristen yang mencari uang di pelayanan. Gereja pun berubah menjadi cafe dan tempat hiburan yang bertaburkan uang.

BUKAN SEKEDAR KETRAMPILAN

Sekarang banyak hamba Tuhan mengejar gelar kesarjanaan teologi. Bahkan ada pemimpin Kristen yang membeli gelar Doktor dan Profesor supaya nampak berkualitas dalam pelayanan. Disamping untuk kesombongan, usaha seperti itu terjadi karena mereka berkonsep bahwa pelayanan adalah sebuah profesi yang menuntut kompetensi akademis.

Melengkapi diri dengan kemampuan akademis tentunya sangat bagus. Paulus adalah contoh hamba Tuhan yang memiliki multi kompetensi. Namun harus diingat bahwa menjadi hamba Tuhan adalah soal dipanggil dan diutus oleh Roh Kudus. Para rasul dalam gereja pertama memulai dan melaksanakan pelayanan-pelayanan mereka setelah Roh Kudus turun ke atas mereka sehingga mereka pun  penuh kuasa illahi (Kis 1:8).

PANGGILAN DAN KUASA UNTUK MELAYANI

Para pelayan – apapun jenis pelayanannya – seharusnya mengalami Tuhan dulu. Mereka seharusnya mengalami bagaimana diperlengkapi secara supranatural oleh Roh Kudus dulu, dan baru bergerak untuk melayani Tuhan.

Meskipun melayani di dalam bidang-bidang yang bersifat sangat teknis, misalnya menjadi bendahara gereja, dalam meniti pelayanan itu seharusnya dimulai dengan menerima panggilan illahi. Dan, meskipun bidangnya sangat teknis, pelayanannya harus tetap dilakukan dengan pimpinan dan kekuatan dari Roh Kudus.

KESEIMBANGAN

Dalam pelayanan harus seimbang antara pengalaman rohani dengan penerapan ketrampilan-ketrampilan yang bersifat teknis. Ambilah contoh pelayanan berkotbah. Kotbah akan bagus jika dijalankan dengan menggunakan teknik-teknik homelitika yang unggul. Namun, kotbah sebagus apa pun tidak akan efektif mengubahkan para pendengarnya jika pengkotbahnya tidak diurapi Roh Kudus.

Paulus juga seimbang. Dalam menjalankan misi internasionalnya, tentu ia membuat perencanaan-perencanaan yang sistematis. Tetapi, ia tetap fleksibel dan terbuka terhadap interupsi dari Roh Kudus. Karena itu ia sempat beberapa kali membatalkan dan mengubah perjalanannya sesuai penglihatan yang mendadak diberikan oleh Roh Kudus (Kis 16:4-12)

Musa adalah seorang pemimpin yang pelayanannya sejak awal sarat dengan bermacam-macam pengalaman supranatural. Semua dilakukannya berdasar pewahyuan dan petunjuk illahi dari Tuhan secara langsung. Namun, Musa juga mau menerima masukan yang bersifat teknis (manajemen) dari Yitro untuk menangani bangsanya yang besar itu (Kel 18:13-27).